Blog Asik
Jangan lupa RSS meimiaw :)
Bookmark
di Browser kamu
Punya pertanyaan?
Kirim email ke Mei!

Jumat, 18 Februari 2011

Kanker Serviks

0 komentar
Kanker leher rahim atau kanker serviks terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tidak terkendali. Etiologinya meliputi virus human papillorna dan sel mukosa serviks yang teracuni nikotin dan sperma. Gejalanya meliputi perdarahan post-menopause, perut bagian bawah terasa berat, vagina terasa kering, nafsu makan berkurang, berat badan turun, lelah, nyeri panggul, punggung, tungkai, dan keluar feses dari vagina.

Faktor risikonya meliputi merokok, hubungan seks pertama pada usia dini, berganti-ganti pasangan seks, infeksi herpes dan klamidia menahun, gangguan kekebalan, serta pemakaian pil KB >5 tahun. Diagnosis ditegakkan melalui Pap smear (sitologi, minimal 1 tahun sekali), kolonoskopi, biopsi, servikografi, dan pemeriksaan visual. Untuk mengetahui dan mendeteksi dini adanya kelainan pada organ reproduksi wanita, dilakukan pemeriksaan.

Dalam 4 dekade terakhir, kejadian dan kematian akibat kanker serviks menurun ± 70%. Keberhasilan ini antara lain terjadi karena program penapisan (dengan uji Pap). Apabila penyakit pra-kanker atau displasia diobati sedini mungkin, angka penyembuhan akan mencapai 80-95%.
Skrining pada kanker serviks meliputi:

1. Uji Pap. Pemeriksaan uji Pap (Pap smear) adalah pengamatan sel-sel yang dieksfoliasi dari genitalia wanita. Uji Pap telah terbukti dapat menurunkari kejadian kanker serviks yang ditemukan stadium prakanker, neoplasia, intraepitel serviks (NIS). Meskipun dalam situasi baik, skrining (penapisan) merupakan proses yang sulit, sangat berpotensi terjadi kesalahan, seperti tidak terdeteksinya penyakit atau kesalahan melaporkan individu yang sehat. Kesalahan pada uji Pap sering terjadi karena ketidaksempurnaan pengumpulan sediaan. Tujuan uji Pap adalah menemukan sel abnormal atau sel yang dapat berkembang menjadi kanker termasuk infeksi HPV. Diagnostik sitologi adalah kualitas suatu uji penapisan diukur dengan sensitivitas (kelompok wanita dengan uji positif di antara yang sakit) dan spesivitas (kelompok wanita dengan uji negatif di antara yang tidak sakit). Pada umumnya, ketepatan diagnostik sitologi berkisar lebih dari 90% jika dibandingkan dengan pemeriksaan histopatologi.

Hal ini terjadi, terutama pada lesi yang lebih berat, yaitu pada displasia kerasikarsinoma in situ. Kesalahan yang sering terjadi adalah sebagai berikut.
a. Sediaan apus terlalu tipis, hanya mengandung sangat sedikit sel.
b. Sediaan apus terlampau tebal dan tidak dioleskan merata, sel bertumpuk sehingga menyulitkan pemeriksaan.
c. Sediaan apus telah kering sebelum difiksasi.
d. Cairan fiksasi tidak memakai alkohol 95%.
Skrining (penapisan) tidak diperlukan lagi bagi wanita pasca histerektomi untuk penyakit jinak, uji Pap sebelumnya negatif, serviks diangkat seluruhnya. Saat pengambilan uji Pap, sediaan sebaiknya diambil sesudah haid karena akan menimbulkan kesulitan dalam interpretasi. Pada peradangan berat, pengambilan sediaan ditunda sampai pengobatan selesai. Pasien dilarang pengobatan melalui vagina 48 jam sebelum pengambilan sediaan. Pada menopause, dapat terjadi perubahan seluler karena atrofi sehingga diperlukan pemberian estrogen sebelumnya.

2. Kolposkopi. Pemeriksaan melihat porsio (juga vagina dan vulva) dengan pembesaran 10-15, untuk menampilkan porsio, dipoles terlebih dahulu dengan asam asEtat 3-5%. Porsio dengan kelainan (infeksi HPV atai NIS) terlihat bercak putih atau perubahan corak pembuluh darah. Kolposkopi dapat berperan sebagai slat skrining awal, tetapi ketersediaan alat ini tidak mudah. Karena mahal, alat ini lebih sering digunakan sebagai prosedur pemeriksaan lanjut dari hasil uji Pap abnormal.

Petunjuk penapisan (skrining)
1. Usia untuk mulai pemeriksaan uji Pap diambil setelah 2 tahun aktif dalam aktivitas seksual (18-20 tahun).
2. Interval penapisan, wanita dengan kelainan atau pernah mengalami hasil abnormal perlu evaluasi lebih sering.
3. Pada usia 70 tahun, tidak perlu diambil lagi dengan syarat hasilnya 2 kali negatif dalam 5 tahun terakhir.

3. Servikografi. Pemeriksaan kelainan porsio dengan membuat foto pembesaran porsio setelah dipulas dengan asam asetat 3-5% yang dilakukan oleh bidan. Hasil foto serviks dikirim ke ahli ginekologi.

4. Pap Net (dengan komputerisasi). Pada dasarnya, pemeriksaan Pap Net berdasarkan pemeriksaan uji Pap. Bedanya, uji ini untuk mengidentifikasi sel abnormal. Secara komputerisasi pada gelas kaca, hasil uji Pap yang mengandung sel abnormal dievaluasi ulang oleh ahli patologi/sitologi.

5. Uji DNA-HPV. Telah dibuktikan bahwa lebih dari 90% kondiloma serviks, NIS dan kanker serviks mengandung DNA-HPV. Hubungannya dinilai kuat dan tiap tipe HPV mempunyai hubungan patologi yang berbeda. Tipe 6 dan 11 termasuk tipe HPV risiko rendah, jarang ditemukan pada karsinoma invasif, kecuali karsinoma verukosa. Sementara itu, tipe 16, 18, 31, dan 45 tergolong tipe HPV risiko tinggi.

0 komentar: