Blog Asik
Jangan lupa RSS meimiaw :)
Bookmark
di Browser kamu
Punya pertanyaan?
Kirim email ke Mei!

Minggu, 20 Februari 2011

Serunai Batang Padi

0 komentar
Negeri Tanah Hijau yang diperintah Raja Tan Sai adalah negeri yang subur. Dimana-mana terdapat hamparan kebun dan sawah. Negeri-negeri tetangga pun mendapat beras dari Negeri Tanah Hijau ini. Namun sayang, di negeri yang subur ini terdapat banyak orang yang kekurangan. Penduduk yang kaya lebih senang berhura-hura dan mengadakan pesta. Tidak ada yang memperhatikan orang miskin di sekitar mereka. Keadaan ini berlangsung selama bertahun-tahun.
Malin adalah salah satu penduduk miskin di Negeri Tanah Hijau. Ia merupakan tukang kayu yang rajin. Walau kakinya pincang sebelah, dia mencari kayu bakar di hutan. Kadang, ia menyabit rumput untuk makanan ternak / menjaga padi di sawah dari gangguan burung-burung. Namun upah yang diterima selalu sedikit. Ada-ada saja alasan orang-orang kaya itu.
Pada suatu hari, ketika Malin datang ke rumah Pak Lodan untuk menjual kayu.
“Pak, apa Bapak mau membeli kayu-kayu bakar ini?” ujar Malin
“Hmm, bagaimana kalau kutukar dengan dua genggam beras?Kalau kau tak mau, bawa saja lagi kayu bakar itu” ketus Pak Lodan.
“Baiklah. Tak apa di tukar dengan dua genggam beras”kata Malin.
Pak Lodan lalu menyuruh pembantunya untuk memberikan dua genggam beras yang buruk.
“Aku bisa saja melepas ternakku di padang yang berumput subur! Tak perlu ada yang menjaga.” Kata pemilik ternak sambil memberi segenggam beras.
“Burung-burung itu tak kan bisa menghabiskan semua padi di sawahku! Tak ada yang menjaga juga tak apa-apa” Kata si pemilik sawah.
Siang itu Malin pulang ke gubuknya di tepi hutan. Hari itu Malin hanya mendapatkan beberapa genggam beras. Perutnya sudah lapar. Tiba-tiba Malin melihat seorang tua tua tergeletak di pinggir jalan setapak. Malin mendekat untuk menolongnya.
“Siapakah engkau, Pak Tua?” tanya Malin.
“Aku pengembara miskin. Aku kehabisan bekal. Berhari-hari aku tidak makan. Aku sudah mencoba memintanya pada orang-orang kaya itu. Tidak ada yang sudi memberikan makanan sisa sedikit pun.” Jawab pengembara.
“Sudahlah Pak Tua. Aku punya sedikit beras. Mari ke gubukku.” Ucap Malin. Kemudian tubuh Malin yang kurus itu memapah pengembara tua ke gubuknya. Langkah mereka pelan dan tertatih-tatih.
Sesampainya di gubuknya, Malin memasak beras yang didapatnya itu.
“Jangan dimasak semuanya. Sisakan segenggam untuk persediaan nanti.” Nasihat penggembara tua. Setelah itu mereka makan dengan nikmat.
“Pak tua, hanya ini yang bisa aku suguhkan. Aku tidak dapat memberimu lebih banyak. Aku tidak kuat bekerja keras. Tubuhku lemah dan kakiku pincang.” Kata Malin.
“Aku bersyukur masih ada yang mau menolongku. Tapi aneh, negeri ini sangat subur dan makmur. Namun tak ada yang peduli pada orang-orang miskin. Anak muda, sudah saatnya aku melanjutkan perjalanan. Tenagaku sudah pulih kembali. Terimalah seruling ini sebagai tanda terima kasihku.” Kata si penggembara.
“Gunakanlah untuk ‘mengusir dan memanggil’.” Nasihat penggembara itu. Tiba-tiba penggembara itu lenyap sebelum Malin sempat mengucapkan terima kasih.
Beberapa bulan kemudian, Negeri Tanah Hijau dilanda bencana kekeringan. Berbulan-bulan hujan tidak turun. Sungai dan danau mengering. Tanaman sawah di serang hama belalang. Persediaan padi di lumbung-lumbung peduduk kaya dimakan tikus. Persediaan beras di kerajaan pun sudah habis. Hewan ternak banyak yang mati terserang wabah penyakit aneh.
Dalam sekejap wabah kelaparan melanda Negeri Tanah Hijau. Peduduk kaya menjadi miskin dan kelaparan. Mereka menangisi harta benda, sawah ladang dan hewan ternak mereka.
“Malampetaka ini disebabkan oleh kita sendiri. Kita terlalu kikir dan tidak peduli terhadap orang-orang miskin di sekitar kita.” Ujar penasihat kerajaan. “Tapi aku melihat dalam mimpiku. Ada seorang anak berkaki pincang yang akan menyelamatkan negeri ini.
Tidak sulit untuk menemukan pemuda berkaki pincang di Negeri Tanah Hijau. Malin pun di panggil ke istana. Selama wabah kelaparan melanda, Malin tak pernah kehabisan beras. Karena secara ajaib beras yang disisakannya waktu itu tidak pernah habis dimasak. Malin teringat nasihat dan serunai yang diberikan pengembara itu.
Malin pun meniup seruling itu. Terdengar suara merdu mengalun ke seluruh pelosok negri. Tiba-tiba muncul ribuan ekor burung pemangsa belalang. Tikus-tikus di lumbung berlarian masuk ke hutan. Tak lama kemudian hujan pun turun dengan lebatnya. Penduduk bersorak gembira. Negeri Tanah Hijau telah bebas dari bencana.
Penduduk kaya kini berjanji tidak akan kikir lagi. Malin diangkat menjadi Penasihat Pertanian Kerajaan. Negeri Tanah Hijau. Penduduknya hidup makmur dan saling menyayangi.

0 komentar: